Rabu, 30 Desember 2015

Puasa Wajib dan Puasa Sunnah


Puasa Wajib dan Puasa Sunnah

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih MI 1
uin sas.jpg
Disusun oleh kelompok 6:
Kelas 3 A
1.      Hanik Hamdiyah                   (D07213014)
2.      Laili Umi Farihah                 (D07214009)
3.      Fathul Alim                            (D07214031)
4.      Mirna Anisa                           (D07214010)

Dosen pengampu:
Irfan Bachtiar, M.Pd.I


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2015



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, pada saat ini, sampai dengan kesempatan ini tiada kata yang pantas terucap, tiada kalimat yang patut terungkap, selain untaian persembahan syukur Puja Allah SWT, Tuhan Seluruh Alam yang telah memberikan begitu banyak limpahan rahmat, anugerah dan karunia-Nya yang begitu luar biasa kepada kita sehungga kami masih bisa menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam senantiasa kita senandungkan dengan syahdunya kepada sang pembawa risalah indah ini, Rasulullah SAW. Serta kita selaku umatnya yang InsyaAllah setia hingga akhir zaman. Amin.
Dalam makalah ini, kami membahas tentang “Puasa Wajib dan Puasa Sunnah”. Kami sadari bahwa dalam makalah ini banyak terdapat kesalahan, baik dari isi maupun dalam hal penyampaiannya. Untuk itu kami memohon maaf dan maklum serta selalu mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca yang budiman serta dosen pembimbing yang bijak.
Akhir kata, semoga tulisan yang sederhana ini bisa bermanfaat, khususnya bagi kami dan umumnya bagi rekan-rekan semua dan semoga dapat menambah khazanah keilmuan kita. Amin.


Tim Penyusun,



DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
A.  Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C.  Tujuan.................................................................................................................... 1
BAB II PUASA WAJIB DAN PUASA SUNNAH........................................................ 2
A.    Pengertian Puasa................................................................................................ 2
B.     Hukum Puasa..................................................................................................... 2
C.     Rukun dan Syarat Puasa.................................................................................... 3
D.    Yang Membatalkan Puasa................................................................................. 6
E.     Macam-macam Puasa Wajib dan Puasa Sunnah................................................ 6
F.      Hikmah Puasa.................................................................................................... 8
BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 10
A.  Simpulan................................................................................................................ 10
B.   Saran...................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 11

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Puasa merupakan salah satu aktivitas peribadatan yang cukup berat terutama bagi orang yang masih lemah imannya. Dalam seharian penuh, orang yang berpuasa harus menahan lapar dan dahaga, padahal harus bekerja, melakukan kegiatan yang menguras tenaga dan pikiran untuk mendapat rezeki maupun ilmu bagi para pelajar atau mahasiswa. Itulah keluhan-keluhan yang sering dilontarkan orang-orang yang masih lemah iman, karena mereka mencari-cari alasan untuk menoleknya, berbeda dengan orang yang tingkat keimanannya tinggi. Orang-orang yang beriman akan berusaha sekuat tenaga dan sebaik mungkin melaksanakan puasa dan menjaga dirinya dari segala yang bisa membatalkan, mengurangi, maupun menghapus pahala puasa. Mereka akan berusaha menemukan hikmahnya, karena mereka yakin bahwa setiap perintah yang bersumber dari Allah pasti mengandung kebaikan bagi kehidupan.
Oleh karena itu, sebagai orang Islam dan tentu ingin masuk dalam golongan orang-orang yang beriman, harus memahami betul apa saja hal yang harus diketahui dalam melaksanakan ibadah puasa seperti maknanya, macam-macamnya, syarat dan rukunnya, hal-hal yang membatalkan, maupun hikmah dari puasa.     

B.   Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian puasa?
2.      Bagaimana hukum puasa?
3.      Apa saja rukun dan syarat puasa,yang membatalkan puasa,macam-macan puasa wajib dan puasa sunnah.
4.      Apa saja hikmah dari puasa?

C.   Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian puasa, puasa wajib, dan puasa sunnah.
2.      Untuk mengetahui hukum puasa.
3.      Untuk mengetahui rukun dan syarat puasa,yang membatalkan puasa,macam-macan puasa wajib dan puasa sunnah
4.      Untuk mengetahui hikmah dari puasa.
BAB II
PUASA WAJIB DAN PUASA SUNNAH

A.   Pengertian Puasa
Puasa dalam bahasa arab disebut al-shaum yang berarti menahan (imsak). Secara terminologis puasa diartikan sebagai suatu ibadah yang diperintahkan Allah yang dilaksanakan dengan cara menahan makan dan minum dan hubungan seksual dari pagi hari (terbit fajar) sampai sore (terbenam matahari). Muhammad Ibnu Ismail Al-Kahlani mendefinisikan puasa dengan menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seksual dan lain-lain yang telah diperintahkan menahan diri dari padanya sepanjang menurut cara yang telah ditentukan oleh syara’.[1]
Puasa dalam arti menahan diri dari segala yang membatalkan dan merusak nilai puasa menurut Imam Al-Ghazali dibagi tiga tingkatan yaitu puasa umum, puasa khusus, dan puasa khusush al-khowash. Yang dimaksud puasa umum ialah puasa dengan hanya menahan diri dari makan dan minum serta hubungan seksual. Puasa khusus adalah disamping pengertian puasa umum di atas ditambah menahan diri dari perkataan, pandangan, penglihatan, dan perbuatan anggota tubuh yang cenderung kepada yang tidak baik. Adapun puasa khusuh al-khowash disamping pengertian kedua tingkatan puasa di atas ditambah dengan puasa hati atau menahan hati dari segala keinginan dan pemikiran keduniaan.
Puasa wajib adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan akan mendapat dosa.  Sedangkan puasa sunnah adalah puasa yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa.

B.   Hukum Puasa        
Sebelum Puasa Ramadhan diwajibkan, Rasulullah telah menjalankan puasa Asyura. Ketika itu beliau juga memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakannya. Selain itu Rasulullah telah membiasakan untuk berpuasa sebanyak 3 hari di setiap bulan, mulai dari sesampainya hijrah di Madinah hingga Allah mewajibkan puasa Ramadhan kepada Umat Islam, dan temasuk Rukun Islam yang ke empat.[2]
Para ahli fiqih telah sepakat menetapkan bahwa puasa dalam bulan Ramadhan hukumnya wajib. Kewajiban puasa pada bulan Ramadhan ditetapkan berdasarkan al-Qur’an, sunnah, dan Ijma’.
Adapun dasar al-Qur’an adalah firman Allah SWT:
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Sedangkan dasar ijma’ adalah bahwa umat Islam telah sepakat atas wajibnya puasa pada bulan Ramadhan dan puasa dimaksud merupakan salah satu rukun Islam.

C.   Syarat dan Rukun Puasa
a.)    Syarat Wajib Puasa
Para ahli fiqih telah menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang agar dia wajib melaksanakan puasa sebagai berikut[3]:
1.      Beragama Islam.
2.      Baligh dan berakal. Baligh mengandung arti bahwa anak kecil tidak diwajibkan berpuasa. Namun, menurut madzhab Syafi’i, Hambali, dan Hanafi puasa anak kecil yang telah mumayyiz dipandang sah dan pahalanya untuk dia sendiri dan orang tuanya. Sedangkan berakal mengandung arti bahwa orang gila tidak diwajibkan berpuasa. Sabda Rasulullah:
Dan diangkat pena (tidak terkena hukum) tiga golongan orang: orang tidur hingga ia bangun, orang gila hingga ia sembuh, dan anak-anak hingga ia bermimpi (baligh). HR. Abu Dawud dan Nasa’i).
3.      Kuat berpuasa (al-qadir) dan sedang menetap di daerah tempat tinggalnya (muqim). Orang yang tidak kuat dan sedang dalam perjalanan tidak dituntut puasa, namun wajib menggantinya pada hari-hari yang lain. sebagaimana firman Allah SWT surat Al baqarah ayat 184:
$YB$­ƒr& ;NºyŠrß÷è¨B 4 `yJsù šc%x. Nä3ZÏB $³ÒƒÍ£D ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$­ƒr& tyzé& 4 n?tãur šúïÏ%©!$# ¼çmtRqà)ÏÜム×ptƒôÏù ãP$yèsÛ &ûüÅ3ó¡ÏB ( `yJsù tí§qsÜs? #ZŽöyz uqßgsù ׎öyz ¼ã&©! 4 br&ur (#qãBqÝÁs? ׎öyz öNà6©9 ( bÎ) óOçFZä. tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÍÈ
“ (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.”

b.)   Syarat Sah Puasa
Syarat-syarat sah puasa yang disepakati oleh ahli fiqih diantaranya[4]:
1.      Islam
2.      Mumayyiz, yaitu dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
3.      Suci dari haidl dan nifas.
4.      Pada waktu yang diperbolehkan puasa.

c.)    Rukun Puasa
Rukun Puasa adalah sebagai berikut:[5]
1.      Niat. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya sahnya amal itu tergantung pada niat dan tiap-tiap orang itu akan memperoleh apa yang diniatkan (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut Imam Rafi’i, disunanahkan mengucapkan niat dengan lisan utuk membantu hati. Niat tidak cukup hanya lisan, tetapi harus diiringi dengan hati. Pada puasa Ramadhan atau nadzar, niat harus diucapkan pada malam hari, dan wajib ditentukan jenis puasanya. Rasulullah Saw bersabda:
“Orang yang tidak mengucapkan niat sebelum fajar, tidak ada puasa baginya.”
2.      Menahan diri dari makan dan minum, sekalipun jumlahnya sedikit. Jika makan atau minum karena lupa atau tidak tahu, seperti baru masuk Islam atau hidup di daerah yang jauh dari ulama, maka puasa orang tersebut tidak batal. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang berpuasa, lalu makan atau minum karena lupa maka sempurnakanlah puasanya karena Allah yang memberi makan dan minum orang tersebut.”(syarah Bajuri I: 289).

3.      Tidak berjima’ dengan sengaja.
4.      Tidak muntah dengan sengaja.

D.   Yang Membatalkan Puasa
Hal-hal yang membatalkan puasa ada dua jenis, yaitu[6]:
1.      Yang membatalkan puasa dan yang wajib mengqadhanya tanpa ada kafarat, terdiri atas beberapa macam diantaranya:
a.)    Makan dan minum dengan sengaja.
b.)    Ada sesuatu yang masuk ke dalam jauf (lubang) yang terbuka.
c.)    Disuntik pada lubang kubul atau dubur.[7]
d.)   Muntah dengan sengaja, hal ini sesuai dengan hadits Nabi SAW:
Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang muntah dengan tidak sengaja tidak wajib mengqadha’ puasanya. Dan siapa yang sengaja muntah maka hendaklah ia mengqadha puasanya (HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, Ibn Majah, dan Ibn Hibban).
e.)    Haidl atau Nifas
f.)     Istimna’, yang dimaksud ismimna’ adalah sengaja bersenang-senang mengeluarkan air sperma, mencium istri, memandang aurat lawan jenis, ataupun menghayal melakukan hubungan seksual.
g.)    Kedatangan penyakit gila ketika sedang melakukan puasa.
h.)    Murtad
2.      Yang membatalkan puasa dan yang wajib mengqadhanya serta membayar kafarat. Menurut Jumhur Fuqaha hanya satu, yaitu bersetubuh dengan sengaja di siang hari Bulan Ramadhan.

E.   Macam-macam Puasa Wajib dan Puasa Sunnah
1.      Macam-macam Puasa Wajib[8]
a.)    Puasa yang wajib karena datangnya waktu tertentu yaitu puasa bulan Ramadhan
b.)    Puasa yang wajib karena suatu ‘illat (sebab), yaitu puasa kafarat
c.)    Puasa yang wajib karena diwajibkan oleh seseorang atas dirinya, yaitu puasa nadzar
Puasa wajib ditinjau dari segi waktu melaksanakannya terbagi menjadi dua:[9]
a.)    Puasa wajib muthlaq, yaitu puasa yang diruntut oleh syara’ mengerjakannya tetapi tidak dijelaskan waktu pelaksanaannya. Yaitu puasa kafarat dan puasa nadzar.
b.)    Puasa wajib muwaqat, yaitu puasa yang dituntut oleh syara’ mengerjakannya serta ditentukan waktu pelaksanaannya. Seperti puasa Ramadhan.
Puasa wajib muwaqat dalam pelaksanaannya adakalanya dalam bentuk:
1.)    Ada’, ialah suatu kewajiban dilakukan seorang mukallaf, tepat pada waktunya disertai rukun dan syaratnya.
2.)    Qadla’an, ialah apabila suatu kewajiban dilakukan diluar waktu yang telah ditentukan.
2.      Macam-macam Puasa Sunnah
Puasa-puasa sunnah yang disepakati para Ulama’ antara lain[10]:
a.)    Puasa sehari dan tidak puasa sehari, yaitu puasa Daud yang merupakan puasa yang paling utama. sebagimana hadits Rasulullah:
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى صِيَامُ دَاوُدَ وَأَحَبُّ الصَّلَاةِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى صَلَاةُ دَاوُدَ كَانَ يَنَامُ نِصْفَهُ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ يُفْطِرُ يَوْمًا وَيَصُومُ يَوْمًا
 
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadaku (Amr nin Aus): "Puasa yang paling Allah ta'ala senangi adalah puasa Daud, dan shalat yang Allah ta'ala senangi adalah shalat Daud, ia tidur setengahnya dan melakukan shalat sepertiganya, dan tidur seperenamnya, dan beliau berbuka satu hari dan berpuasa satu hari."(HR. Abu Daud).
b.)    Puasa tiga hari setiap bulan lebih utama puasa ini dikerjakan pada hari-hari putih yakni pada hari-hari yang malamnya terang bulan, yaitu tanggal 13, 14, dan 15. Tapi bila dilaksanakan  pada selain hari-hari tersebut dipandang sah. Nabi saw. Bersada:
وَقَالَ لِلْأَعْرَابِيِّ كُلْ قَالَ إِنِّي صَائِمٌ قَالَ صَوْمُ مَاذَا قَالَ صَوْمُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ الشَّهْرِ قَالَ إِنْ كُنْتَ صَائِمًا فَعَلَيْكَ بِالْغُرِّ الْبِيضِ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
 
Dan juga beliau berkata kepada orang badui: 'makanlah' dia berkata; 'Aku sedang puasa.' Beliau bertanya: 'Puasa apa? ' dia menjawab; 'Puasa tiga hari dalam sebulan. Beliau bersabda: "Apabila kamu berpuasa, berpuasalah pada hari-hari Bidl yaitu tanggal 13, 14, dan 15." (HR. Nasa’i).

c.)    Puasa hari senin dan kamis setiap minggu. Sebagaimana dianjurkan nabi dalam sabdanya:
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ هُنَيْدَةَ الْخُزَاعِيِّ عَنْ أُمِّهِ قَالَتْ
دَخَلْتُ عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ فَسَأَلْتُهَا عَنْ الصِّيَامِ فَقَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنِي أَنْ أَصُومَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلُهَا الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ

Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail, telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin 'Ubaidullah dari Hunaidah Al Khuza'i, dari ibunya, ia berkata; aku menemui Ummu Salamah, kemudian bertanya kepadanya mengenai puasa. Lalu ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkanku agar berpuasa tiga hari setiap bulan, yang pertama adalah puasa Senin dan Kamis. (H.R. Abu Daud.)
 
d.)   Puasa enam hari bulan syawal. Puasa inii di syariatkan berdasarkan hadits Nabi SAW berikut:
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ صَاحِبِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ

dari Abu Ayyub sahabat nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau berkata: "Barangsiapa yang melakukan puasa pada Bulan Ramadhan kemudian ia ikutkan dengan puasa enam hari pada Bulan Syawal, maka seolah-olah ia berpuasa satu tahun."(HR. Abu Daud).

e.)    Puasa hari Arafah (9 Dzulhijjah) bagi yang tidak sedang haji, sedangkan bagi orang yang haji puasa itu tidak disunnahkan[11], sebagaimana hadits berikut:
Dari Abu Qatadah, Nabi saw bersabda: “ tidalah hari yang paling banyak Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka selain hari Arafah. (HR. Muslim).
f.)     Puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram), sesuai dengan hadits Nabi saw berikut:
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي يَزِيدَ مُنْذُ سَبْعِينَ سَنَةً قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ
مَا عَلِمْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَامَ يَوْمًا يَتَحَرَّى فَضْلَهُ عَلَى الْأَيَّامِ غَيْرَ يَوْمِ عَاشُورَاءَ وَقَالَ سُفْيَانُ مَرَّةً أُخْرَى إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَعْنِي عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ شَهْرَ رَمَضَانَ

Telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata; telah mengabarkan kepadaku 'Ubaidullah bin Abu Yazid sejak tujuh puluh tahun lalu, berkata; saya mendengar Ibnu Abbas berkata; "Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada hari tertentu dengan mengkhususkan keutamaannya dari hari-hari yang lain selain hari Asyura`." Sufyan pada lain kesempatan berkata; "Kecuali hari ini, yaitu hari Asyura` dan bulan ini, yaitu bulan Ramadhan."(HR. Imam Ahmad).
a.)     Puasa Bulan Sya’ban. Dianjurkan puasa pada hari-hari bulan sya’ban secara penuh, atau setidaknya sebanyak mungkin. Ummu Salamah meriwayatkan,
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَحَرَّى صَوْمَ شَعْبَانَ وَصَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ
 
dari Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. sangat menjaga puasa sya'ban, dan puasa senin dan kamis.
 

“Nabi tidak pernah berpuasa sebulan penuh dari satu tahun, kecuali pada bulan Sya’ban. Beliau menyambungnya dengan puasa Ramadhan.” (HR. Abu Daud dan Nasa’i).[12]
b.)    Puasa sembilan hari bulan Dzulhijjah sebelum hari Arafah. Bagi orang yang tidak sedang menunaikan ibadah haji dianjurkan berpuasa selama sembilan haji pada bulan dzulhijjah. Hal ini sama seperti hadits:
“Tidak hari dimana amal shaleh yang dilakukan di dalamnya lebih disukai oleh Allah daripada hari-hari ini”. Maksudnya ialah sembilan hari bulan dzulhijjah. Para sahabat bertanya, “Rasulullah, tidak pula termasuk jihad pada jalan Allah?” Beliau bersabda “Tidak pula termasuk jihad pada jalan Allah, kecuali seseorang yang berangkat dengan mempertaruhkan jiwa dan hartanya, tetapi kemudian ia pulang tidak membawa apa-apa” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Tirmidzi)[13].
c.)    Puasa pada bulan-bulan yang terhormat (al-asyhar al-hurum). Yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, Rajab. Dalam hal in Nabi saw bersabda:
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi bersabda: “Shalat yang paling baik setelah shalat yang diwajibkan adalah shalat tengah malam dan puasa yang lebih baik setelah bulan Ramadhan ialah puasa bula-bulan terhormat.” (HR. Muslim).

F.    Hikmah Puasa
1.      Sabar dan membiasakan penderitaan hidup. Dalam berpuasa kita dituntut untuk banyak bersabar, dan terbiasa akan rasa haus dan lapar.
2.      Berjiwa agama. Setiap perbuatan atau perkataan baik rugi maupun untung haruslah lebih dahulu mempertimbangkan segi agama yaitu bagaimana hukumnya. Sebab selama berpuasa seseorang haruslah menjaga diri dari sesuatu yang bertentangan dengan iman.
3.      Mempersiapkan diri untuk menjadi seorang Muttaqin yaitu mengerjakan perintah meninggalkan larangan.
4.      Puasa adalah pernyataan perang dari Allah Swt. Terhadap kebatinan, syahwat, dan nafsu yang selalu merusak manusia.[14]
5.      Puasa menguatkan jiwa, yakni manusia sanggup mengalahkan gejolak syahwatnya, dan dapat menempatkan dirinya mirip dengan kedudukan malaikat.[15]
6.      Puasa menyehatkan badan. Seperti sabda nabi SAW:
Berpuasalah, niscaya kamu akan sehat! (HR. Thabrani).
7.      Puasa melatih kesabaran. Seperti sabda nabi:
Tiap sesuatu ada zakatnya, dan zakatnya bdan adalah puasa, dan puasa itu separuh kesabaran. (HR. Ibnu Hibban).
8.      Dapat mengenal nilai kenikmatan yang telah dikaruniakan Allah kepadanya. Seperti dalam hadits Nabi SAW bersabda:
Pernah tuhanku menawarkan kepadaku untuk menjadikan lembah Mekkah penuh emas. Aku menjawab: “Tidak, ya Tuhanku! Akan tetapi aku ingin kenyang sehari dan lapar sehari. Maka aku lapar dan semakin mendekat dan ingat kepada-Mu”. (HR. Tirmidzi).
9.      Menumbuhkan jiwa sosial karena puasa merupakan peringatan bersifat alamiah, betapa derita kelaparan dan kesengsaraan yang dialami pihak lain.
10.  Mempertebal perasaan kasih sayang dan memantapkan penyerahan sepenuhnya kepada Allah, karena berpuasa itu harus menahan lapar, haus, padahal aneka makanan terhampar dihadapan. Kalaulah bukan kecintaan dan mengaharap ridho Allah, niscaya semua itu tidak bisa dilaksanakan dengan ikhlas.



BAB III
PENUTUP
A.   Simpulan
1.      Puasa dalam bahasa arab disebut al-shaum yang berarti menahan (imsak). Secara terminologis puasa diartikan sebagai suatu ibadah yang diperintahkan Allah yang dilaksanakan dengan cara menahan makan dan minum dan hubungan seksual dari pagi hari (terbit fajar) sampai sore (terbenam matahari).
2.      Para ahli fiqih telah sepakat menetapkan bahwa puasa dalam bulan Ramadhan hukumnya wajib. Kewajiban puasa pada bulan Ramadhan ditetapkan berdasarkan al-Qur’an, sunnah, dan Ijma’.
5.      Syarat-syarat sah puasa yang disepakati oleh ahli fiqih diantaranya: Islam, Mumayyiz, Suci dari haidl dan nifas, Pada waktu yang diperbolehkan puasa. Rukun Puasa: Niat dan menahan diri dari makan, minum, dan segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari, tidak berjima’ dengan sengaja, tidak muntah dengan sengaja.
3.      Adapun hikmah puasa diantarnya: sabar, berjiwa agama, mempersiapkan diri untuk menjadi seorang Muttaqin, puasa menguatkan jiwa, puasa menyehatkan badan, menumbuhkan jiwa sosial.

B.   Saran
1.      Sebaiknya setelah mempelajari materi ini, mahasiswa dapat mengaplikasikan materi ini dalam kehidupan sehari-hari, untuk melatih jiwa maupun raga dalam melawan dan menjinakkan musuh terbesar dalam diri seorang manusia, yaitu nafsu binatang.
2.      Hikmah puasa yang sangat luar biasa disetiap jens puasa yang dilakukan ikhlas karena Allah dan memnuhi rukun maupun syaratnya, seharusnya dapat mendorong kita para mahasiswa untuk semakin semangat dalam melaksanakan puasa wajib maupun sunnah.


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung. CV. Pustaka Setia.
Al-Ghazali, Muhammad. 1995. Fathul Qarib.Bandung. Trigenda Karya.
al-Qardlawi, Yusuf. 2001. Ibadah dalam Islam. Surabaya. PT Bina Ilmu.
Ayyub, Syaikh Hasan Muhammad. 2005. Panduan Beribadah Khusus Pria. Jakarta. Almahira.
Az-Zuhaili, Wahbah. 2007. Fiqih Islam wa Adillatuhu 3. Depok. Darul Fikr.
Bakry, Nazar. 1993. Fiqh dan Ushul Fiqih. Jakarta. PT. Rajawali Press.
Ritonga, Rahman. 1997. Fiqih Ibadah. Jakarta. Gaya Media Pratama.
Siregar, Syahruddin. 2001. Nasihat Para Ulama Hikmah Puasa. Jakarta. PT Raja Grafindo.



[1] Rahman Ritonga, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), halaman 151.
[2] Syaikh Hasan Muhammad Ayyub, Panduan Beribadah Khusus Pria, (Jakarta: Almahira, 2005), hlm. 551.
[3] Rahman Ritonga, Fiqih Ibadah, hlm. 157-159.              
[4] Slamet Abidin dan Moh. Suyono, Fiqih Ibadah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), hlm. 254.
[5] Muhammad Al-Ghazali, Fathul Qarib, (Bandung: Trigenda Karya, 1995), hlm. 142-143.
[6] Slamet Abidin dan Moh. Suyono, Fiqih Ibadah, hlm. 160-163.
[7] Muhammad Al-Ghazali, Fathul Qarib,hlm. 143-144.
[8] Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu 3, (Depok: Darul Fikr, 2007), hlm. 39.
[9] Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqih, (Jakarta: PT. Rajawali Press, 1993), hlm, 151.
[10] Rahman Ritonga, Fiqih Ibadah , hlm. 164-167
[11] Ibid., hlm. 167.
[12] Syaikh Hasan Muhammad Ayyub, Panduan Beribadah Khusus Pria, (Jakarta: Almahira, 2005), hlm. 579.
[13] Ibid., hlm. 577.
[14] Syahruddin Siregar, Nasihat Para Ulama Hikmah Puasa, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2001), hlm. 6.
[15] Yusuf al Qardlawi, Ibadah dalam Islam, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2001), hlm. 508-520.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Mengharap Ampunan-Mu Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Gossip Celebrity Flower Image by Dapino